Mediaberitapantau.web.id PONTIANAK — Fenomena mafia tanah kembali menghantui Kalimantan Barat. Di sejumlah wilayah, rakyat yang telah menggarap dan menempati tanah selama puluhan tahun terpaksa tergusur menyusul terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pihak lain—yang diduga kuat merupakan hasil manipulasi administrasi dan kolusi.
Dr. Herman Hofi Munawar, pengamat kebijakan publik, menyebut bahwa praktik mafia tanah di Kalbar telah mencapai titik darurat. Ia menyebut, kejahatan pertanahan ini tidak lagi berdiri sendiri, melainkan telah menjelma sebagai jaringan terorganisir lintas sektor.
“Masyarakat tergusur, negara dirugikan, dan belum terlihat langkah konkret dari pemda maupun aparat penegak hukum,” tegas Dr. Herman saat diwawancara Jumat , 16 Mei 2025.
FAKTA KASUS:
Wilayah terdampak: Seluruh 14 kabupaten/kota di Kalbar
Modus utama: Pemalsuan dokumen, tumpang tindih sertifikat, manipulasi data pertanahan
Pihak terindikasi: Oknum notaris/PPAT, pejabat BPN, perangkat desa
Dampak langsung: Rakyat kehilangan tanah, negara kehilangan potensi pendapatan ratusan miliar rupiah
Status hukum: Tim anti-mafia tanah sudah dibentuk, tapi belum efektif
Taktik Mafia: Dari Dokumen Fiktif hingga Putusan Rekayasa
Menurut Dr. Herman, para mafia tanah memanfaatkan celah hukum dan birokrasi untuk mengambil alih tanah rakyat. Mereka menggunakan dokumen palsu untuk mengklaim lahan dalam sengketa, memanipulasi sistem pendaftaran tanah, dan dalam beberapa kasus, menyuap aparatur hukum untuk memenangkan perkara.
“Ada praktik sistematis yang melibatkan oknum notaris, BPN, bahkan kepala desa. Ini bukan kelalaian administratif, tapi bentuk kejahatan struktural,” katanya.
Petani Jadi Buruh di Tanah Sendiri
Fakta memilukan terungkap: tanah yang telah digarap selama puluhan tahun oleh warga kini telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, dikuasai korporasi atau individu yang mengantongi SHM hasil manipulasi. Ironisnya, bekas pemilik tanah kini justru menjadi buruh harian di lahan miliknya sendiri.
“Ini menyangkut kehormatan, sejarah keluarga, dan kelangsungan hidup. Tidak bisa dibiarkan,” ujar Dr. Herman.
Tim Anti Mafia Tanah Belum Bertaji
Meski Polda dan Kejati Kalbar telah membentuk tim anti-mafia tanah, publik belum menyaksikan penindakan yang berarti. Sebagian kasus justru mengendap tanpa kepastian hukum. Dr. Herman menyebut langkah tersebut belum cukup kuat untuk memutus mata rantai korupsi pertanahan.
“Langkah-langkah simbolik tak akan cukup. Diperlukan keberanian politik dan hukum untuk membongkar aktor-aktor di balik kejahatan ini.”
Kerugian Ekonomi dan Ancaman Masa Depan
Praktik mafia tanah tidak hanya menimbulkan trauma hukum dan ketidakadilan sosial, tetapi juga memperbesar ketimpangan ekonomi. Ketidakpastian hukum atas tanah menghambat investasi, memperlambat pembangunan, dan menciptakan ketimpangan struktural antara elite dan masyarakat adat maupun petani lokal.
“Kalau tidak segera ditangani, mafia tanah akan menggerogoti sendi-sendi pembangunan dan memperlebar jurang kemiskinan,” kata Herman.
Seruan Tegas: Bongkar Jaringan, Kembalikan Hak Rakyat
Di akhir pernyataannya, Dr. Herman mendesak pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum untuk tidak tinggal diam.
“Mafia tanah bukan hanya soal sengketa kepemilikan, tetapi kejahatan terorganisir yang mengancam hak masyarakat dan integritas negara. Dibutuhkan langkah berani dari seluruh pemangku kepentingan—pemda, penegak hukum, hingga lembaga pertanahan—untuk membongkar jaringan ini dan mengembalikan hak-hak rakyat yang telah dirampas.” INFOGRAFIK: JEJAK MAFIA TANAH DI KALBAR
14 kabupaten/kota terdampak
Ratusan miliar potensi kerugian negara
50+ kasus tumpang tindih SHM terlapor
0 vonis inkrah terhadap pelaku jaringan utama
Sumber: Dr. Herman Hofi Munawar – Pengamat Publik & Direktur Herman Hofi Law
Penulis : Jono//98